Minggu, 31 Maret 2019

Agar Guru Berkembang dan Berinovasi



Guru di sekolah swasta dan negeri punya hak dan kewajiban yang kurang lebih sama.  Jika dilihat keduanya punya ketergantungan dan posisi yang sama saat terdaftar menjadi guru di sebuah sekolah. Terlepas dari 4 kompetensi guru yang terkenal itu, guru punya peran yang strategis yang tidak tanggung tanggung dalam membentuk jati diri generasi masa depan. Ia adalah sosok yang mestinya akrab dengan perubahan dan inovasi.

Artikel ini akan lebih banyak mengulas guru di sekolah swasta, dikarenakan di sekolah swasta ada hal yang menarik yang bisa dicermati. Hanya di sekolah swasta seorang guru bisa di complain oleh orang tua siswa. Hanya di sekolah swasta gaji seorang guru ditentukan oleh seberapa bagusnya ia dalam mengajar, berkomunikasi dengan orang tua siswa sampai seberapa besar kontribusinya pada acara acara di sekolah. Di sekolah swasta juga ada faktor yayasan pengelola, sebuah lembaga yang punya dua pilihan mengelola secara detail atau memberikan kepercayaan dan berkembang bersama. jika anda adalah guru di sekolah negeri artikel ini tetap menarik untuk dibaca dan dijadikan bahan perbandingan.

Di sekolah swasta yang sehat, maju dan progresif, perbincangan bagaimana mengembangkan kapasitas, potensi dan kompetensi guru adalah menu sehari hari kepala sekolah dan yayasan pengelola. Dibawah ini adalah hal yang masih ditemukan di sekolah swasta, kurang lebih menjadi penyebab guru kurang berkembang dan mampu berinovasi.

 1. Cara pandang pengelola (yayasan) yang masih konvensional. Membangun  dan membuat sekolah memang bisa dijadikan bisnis yang menggiurkan namun hanya jika kepercayaan masyarakat sudah didapatkan. Mengelola sekolah pastinya menggunakan prinsip bisnis agar tujuannya visi dan misi sekolah bisa terwujud. Meraih kepercayaan masyarakat bisa dengan cara yang mudah, cukup berikan paket penawaran masuk sekolah yang bersaing dengan sekolah sejenis dijamin orang tua siswa akan berbondong bondong masuk. Namun situasi akan jadi lain jika saat sudah menyekolahkan anaknya, orang tua siswa melihat dan merasakan pengelolaan yang seadanya dan guru anaknya yang gelisah dan tak punya passion. Cara terbaik dalam meraih kepercayaan masyarakat adalah dengan berdayakan guru sebisanya dan semampu yayasan.

 2. Guru masih dianggap sama seperti 'pekerja biasa' atau bahkan 'buruh'. Terbukti dari kebijakan-kebijakan yang terkadang menghantam harga diri guru sedemikian rupa.  Misalnya:
 - pengurangan gaji (denda) jika terlambat atau tidak masuk (selain sakit), sakit pun akan dipertanyakan jika surat dokter tidak tersedia.
 - Perekrutan guru yang dicari guru yang mau dibayar semurah mungkin, sekolah bahkan tidak punya standar bagaimana semestinya menggaji guru, dia yang mau dibayar murah dia yang direkrut.
 - Angka turn over (keluar masuk) guru yang tidak menjadi perhatian pengelola sekolah. Semua berasal dari sistem perekrutan, guru yang mengiyakan saja dibayar murah bahkan lebih rendah dari UMR akan berpikir ulang untuk bertahan. Buat tipe guru seperti ini menjadi guru adalah batu loncatan. Keterlaluan kita jika berharap kreativitas dan inovasi dari tipe guru seperti ini. Upaya pelatihan dan peningkatan kompetensi guru pun jadi sia sia dikarenakan angka keluar masuk staf yang tinggi. Ujungnya kepala sekolah yang kerepotan karena tiap tahun ajaran team nya berganti.
Memang di banyak tempat kerja adalah sebuah kewajaran dalam meminta bukti bahwa seorang karyawan tidak masuk atau menghukum karyawan yang terlambat dengan denda. Berbeda dengan di tempat kerja lain, di sekolah memerlukan niat baik, suasana positif dan displin yang asalnya dari dalam diri sendiri dan bukan dari paksaan. Berikan tanggung jawab dan kepercayaan penuh pada kepala sekolah untuk mengelola disiplin staff nya. Jika yayasan turun langsung mengelola disiplin guru hanya akan menghasilkan keributan, perselisihan serta konflik yang tidak perlu.

3. Belum menganggap penting sebuah pelatihan. Pelatihan ada, namun yang diundang adalah semata motivator atau pihak Dinas Pendidikan. Mengundang keduanya bukan ide yang buruk, namun hampir di semua sekolah yang saya pernah kunjungi sampai di pedalaman sekalipun, guru sadar akan tanggung jawab dan semua keseruan (susah dan senang) dibalik profesinya sebagai pendidik. Guru juga sudah sadar betul bahwa semua Permendiknas mengenai ini dan itu dengan mudahnya sekarang di googling (dicari di Google) untuk kemudian diresapi dan dijadikan dasar tindakan dalam praktek keseharian sebagai pengajar. Sebagai profesional guru lebih memerlukan fasilitator pelatihan yang menguasai praktek lapangan dan bukan hanya menyemangati guru habis-habisnya dengan yel yel, teriakan semangat serta cucuran air mata kemudian esoknya guru akan sama lagi cara mengajarnya. Guru lebih perlu teknik, trik, strategi serta pendekatan aplikatif yang membantunya menjawab kebutuhannya di lapangan.  Bersikap menye-menye soal profesi guru hanya akan membuat guru bersemangat dan terharu pada saat itu saja lainnya tidak.

 4. Sekolah swasta yang sudah sadar akan pentingnya pelatihan pun mesti waspada. Dikarenakan guru yang sudah bersemangat bersedia berinovasi dan berkembang memerlukan 'tempat bermain' atau otonomi yang lebih luas untuk melakukan perubahan. Bayangkan jika sekolah sudah menganggarkan mendatangkan pelatih dan mengadakan pelatihan kemudian guru banyak dapatkan manfaat namun terbentur dengan sikap manajemen dan pengelola yang belum memungkinkan inovasi dan perubahan. Maka yang terjadi adalah rasa frustasi yang berkepanjangan. Untuk apa yayasan pengelola sekolah selalu bertujuan memuaskan orang tua siswa (zero complain) lewat sarpras (sarana dan prasarana) namun guru gurunya terkekang dan tak tahu mesti mulai berinovasi dari mana. Peran kepala sekolah dan manajemen pun seperti tak ada. Mereka dianggap guru hanya sebagai wayang nya dari yayasan. Ciri sekolah seperti ini semua perintah inovasi datangnya selalu dari atas (dari yayasan) yang biasanya perintah inovasi datang karena masukan dari orang tua siswa. Bahkan saking kompleksnya pola komunikasi, yayasan sering tidak sadar bahwa banyak masukan dari orang tua siswa asalnya dari guru gurunya juga. Uniknya jika sarannya disampaikan oleh orang tua siswa maka yayasan langsung mewujudkannya. Tak heran guru yang inovatif jadi sering titip pesan pada orang tua siswa kelasnya mengenai usulan perbaikan di sekolah.

 5. Kurangnya rasa percaya pihak yayasan pada pengelola/pemimpin sekolah, atau bisa terjadi sebaliknya yayasan terlalu percaya. Jika rasa percaya tidak ada maka hal yang akan terjadi adalah gejala micromanaging atau terlalu perhatian pada hal hal yang kecil.  Kepala sekolah akan kerepotan karena wewenang nya sering dipotong atas nama membantu atau perhatian dan keinginan yayasan untuk ingin segera selesaikan masalah. Rasa percaya serta rasa khawatir terhadap sebuah masalah sebenarnya bisa dan sangat mungkin dikomunikasikan. Terlalu percaya kepada kepala sekolah pun tidak sehat, karena sebagai pemimpin di sekolah mereka akan tetap memerlukan pendampingan. Buatlah pertemuan yang terjadwal antara yayasan dan sekolah, dijamin komunikasi akan sehat dan pengelolaan akan makin profesional.

Faktor faktor diatas adalah landasan mengapa pengelola sekolah (yayasan) perlu ubah cara pandang, dari memperkerjakan guru menjadi mengembangkan guru. Cara pandang pengelola mestinya sudah berubah dari mencari guru yang mau dibayar seminim mungkin menjadi mencari guru yang bersedia dikembangkan kemampuan atau profesionalitasnya.

Tidak ada yang salah saat sekolah mencari guru yang bisa dibayar minim dikarenakan keuangan yayasan pasti akan aman sentosa. Hal yang tidak disadari adalah dampaknya akan kemana mana. Guru guru akan seperlunya saja berinovasi, keluhan orang tua siswa bahwa guru anaknya berganti ganti itu pasti dikarenakan tingkat turn over yang tinggi. Dampak lain nya situasi ini akan menciptakan guru yang bertipe pasrah. Guru tipe pasrah adalah guru yang bersedia bertahan karena sudah PW (posisi wuenak) dikarenakan rumahnya dekat, sudah terlanjur akrab sama rekan sekerja sampai sudah malas mencari lowongan di sekolah swasta lain. Tipe guru pasrah dan tipe guru batu loncatan hanya akan membuat sekolah jalan ditempat. Dikarenakan sekolah berisi staf pengajar yang pasrah dan menjadi lupa caranya berinovasi dikarenakan semua inovasi datangnya dari atas.

Bagaimana cara terbaik mengembangkan guru?

 1. Bagi guru dalam komite komite (gugus) kerja  di lingkup internal sekolah. Pembagian komite nya bisa mengikuti alur 8 Standar Nasional Pendidikan. Semua keresahan, pertanyaan serta kepedulian guru bisa dibahas di komite. Minta mereka lakukan analisa SWOT, mengambil masukan dari orang tua siswa sampai memberikan rekomendasi yang menyangkut perbaikan mutu sekolah dari berbagai macam segi. Tuangkan menjadi Rencana Aksi atau Action Plan, tugas yayasan hanya menindaklanjuti semua yang ada di Action Plan dengan segala sumber daya menuju semua yang telah sama sama disepakati. Jika komite ini berjalan maka akan berguna bagi keperluan lain misalnya akreditasi. Dengan komite, guru terbiasa bekerja sama dan saling menghargai keahlian serta minat rekan sesama guru. Berikan waktu yang cukup bagi guru untuk melakukan rapat dan melakukan perencanaan.

 2. Sebagai detail dari point 1, ada baiknya sekolah membuat komite disiplin yang terdiri dari guru yang akan meninjau semua peraturan yang berkenaan dengan disiplin guru dan siswa. Dengan demikian timbul kesadaran untuk disiplin dari dalam diri sendiri dikarenakan yang menghasilkan aturan adalah rekannya sendiri. Diharapkan dengan ini guru yang malas menjadi hilang diganti dengan guru yange kesadaran nya bangkit akibat situasi yang memaksanya untuk berubah.

 3. Terapkan prinsip ON TIME dan FULL TIME. Sekolah tidak perlu memotong gaji guru saat ia telat dan sebaliknya tidak perlu membayar saat guru lembur atau ikut pelatihan. Dengan demikian guru terlatih untuk mengelola waktunya dengan baik sambil tanamkan kesadaran untuk memberitahukan kepada atasan saat ia telat sampai ke sekolah. Lazimnya seseorang jika terlambat ia akan mempunyai penyebab dan alasan. Kepala sekolah yang mumpuni akan mengenali mana alasan yang bisa dimaklumi dan mana alasan yang mengada-ada. Jika keterlambatan sudah cukup sering dan banyak, kepala sekolah bisa memanggil dan bertanya hal yang menyebabkan keterlambatan.

 4. Latih dan berdayakan guru. Guru yang baik ia akan senang ikut pelatihan bahkan dengan uang sendiri, sekolah yang belum sadar malah akan memotong guru tersebut dengan alasan tidak masuk kerja. Dengan demikian sekolah perlu mengetahui pelatihan apa yang ingin diikuti guru. Kirim mereka jika dana tersedia lalu minta mereka berbagi dengan rekan rekannya di sekolah.  Berikan dua jenis pelatihan secara rutin dan terjadwal, pelatihan pedagogi yang berisi strategi, pendekatan, metode sampai teknik pembelajaran bagi semua guru dan pelatihan yang sifatnya khusus (sesuai matpel). Jika Ada kesempatan untuk mengirim guru ke pelatihan dalam dan luar negeri, minta ia menulis letter of interest semacam surat singkat mengapa ia yang layak dipilih untuk diberangkatkan. Bantu guru untuk bisa punya pergaulan di luar sekolah, dukung mereka agar berprestasi di luar sekolah dan saat yang sama bagus cara mengajarnya di dalam sekolah.

 5. Yayasan hadir sebagai sosok yang punya prinsip sekaligus pantang memanjakan guru. Saya menyaksikan sekolah swasta yang guru nya dimanjakan sedemikian rupa dengan fasilitas, seragam dan penghasilan, dan tetap ditinggal oleh guru gurunya saat ada lowongan PNS dibuka. Guru sebenarnya tidak perlu dimanjakan namun selalu berikan mereka tantangan. Tantangan yang dimaksud adalah tantangan untuk melakukan pembelajaran kreatif, membuat event pendidikan yang bermakna, mengikuti lomba yang bagi siswa atau dirinya (guru berprestasi, karya tulis dan lain lain). Hak seorang guru until punya penghasilan yang pasti (naik penghasilan nya setiap tahun mengikuti inflasi serta dibayar tepat waktu.

 6. Yayasan bisa terapkan prinsip 70/20/10 dalam berinovasi. 70 persen tenaga dan sumber daya untuk meningkatkan kualitas atau semua hal yang sudah ada dan terjadi. 20 persen untuk menelaah market atau kebutuhan/trend dari kompetitor atau lembaga pendidikan sejenis serta 10 persen untuk mengimplementasikan hal yang benar-benar baru.

 7. Bentuk lembaga audit internal sekolah yang tugasnya menelaah inovasi dan kebijakan yang dihasilkan oleh sekolah lewat komite yang dibentuk. Dengan demikian semua inovasi menjadi terkontrol dan ditelaah ulang penyebabnya jika ada kemandekan. Lembaga internal ini sifat nya hanya bertanya, mencari tahu dan mengumpulkan data. Untuk kemudian sekolah mempunyai pengalaman dalam mengelola perubahan dan menjaga komitmen dalam berinovasi.

 8. Bersikap terbuka dan berikan selalu guru informasi terkini dalam kaitan dengan keuangan serta anggaran sekolah pertahun ajaran. Momentum nya bisa saat rapat tahun ajaran baru. Biarkan guru sadar bahwa keuangan yayasan bergantung pada seberapa bagusnya ia mengajar dan mendidik. Tentunya bukan dalam pemaparan yang detail dikarenakan seorang guru juga tidak akan terlalu kritis mengurusi keuangan yayasan sekolah nya. Guru yang profesional cukup senang saat ia tahu bahwa hak siswanya dipenuhi (melalui uang kegiatan) dan semua keperluan dirinya dalam mengajar dipenuhi oleh yayasan.

 9. Minta guru menjadi mentor bagi sesamanya, hilangkan sekat guru baru dan guru lama, guru senior dan guru kemarin sore. Semua guru adalah sumber ilmu bagi guru lainnya. Sekolah sering tidak sadar bahwa sumber ilmu ada di dalam lingkungan sekolah mereka sendiri. Buat sesi sharing, kuliah online di internal sekolah sampai book club yang membuat guru sadar bahwa dirinya adalah pembelajar.

 10. Posisikan kepala sekolah sebagai sosok pemimpin nya para pembelajar (lead of learner). Kepala sekolah memang menjado sosok perpanjangan tangan yayasan, namun tetapi ia adalah sosok mandiri dan pemimpin yang punya kewajiban menjadi rekan kerja dan diskusi yayasan dalam mengelola perubahan dan mencapai visi dan misi. Peran kepala sekolah adalah membina guru, berkomunikasi dengan baik kepada orang tua siswa sampai memastikan semua elemen di sekolah bisa berproses dengan baik sebagai pembelajar. Tugas yayasan memberikan kepercayaan penuh, mendampingi sekaligus menjadi rekan diskusi yang kritis bagi semua kebijakan yang dilakukan oleh kepala sekolah. Yayasan terlarang untuk langsung melakukan tindakan potong kompas hanya karena gerah banyak mendapatkan complain dari orang tua siswa. Ciri yayasan yang kurang mempercayai kepala sekolah nya adalah dengan menempatkan jabatan atau orang untuk memberikan info langsung kepada dirinya. Di sekolah swasta sosok kepala sekolah adalah sosok jabatan yang paling tinggi. Dibawah dirinya ada bagian HRD,  keuangan dan semua lini operasional kependidikan dan non kependidikan. Kepala sekolah bertanggung jawab dalam operasional sekolah, bagian non kependidikan boleh dan harus punya akses langsung kepada yayasan. Namun kesemuanya dalam kerangka membantu kepala sekolah wujudkan visi dan misi.

Mengembangkan guru berarti membuat guru ada dalam kondisi yang siap untuk berubah.Suasana sekolah jika sebuah perubahan ingin terjadi perlu sebuah suasana yang positif dan saling percaya dan mendukung.  Perubahan tidak lahir begitu saja, ia perlu landasan, lingkungan, atmosfer serta situasi yang membuat ide sekecil apapun menjadi berharga untuk diwujudkan.

Sebuah inovasi bukan lahir begitu saja, ia adalah hasil dari sebuah proses yang berbasis pada kepedulian dan keinginan semua pribadi di sekolah untuk bertransformasi. Lazimnya guru sebagai pendidik, jika ia merasa dipercaya maka ia akan menjadi sosok yang bersedia membela nama baik sekolah nya, sadar akan posisinya sekaligus rela menjadi agen perubahan. Diujung semua proses ini, sebuah sekolah swasta akan berkembang menjadi rujukan karena kualitasnya. Orang tua siswa bahkan tidak perlu dan tidak mau tahu siapa yayasan yang ada dibalik sekolah tempat ia menyekolahkan anaknya dikarenakan semua program berjalan dan kualitas sekolah terjaga. Bagi yayasan sekolah swasta situasi ini akan sangat baik bagi usahanya di bidang pendidikan karena tinggal merayakan sekaligus terus memberikan tantangan serta dukungan pada kepala sekolah dan guru untuk berinovasi sesuai tantangan jaman.

Copy paste : catt Agus Santoso

0 komentar: