Naskah Soal UN Sudah Rampung
Tingkat Kesulitan Sama Tahun Lalu
JAKARTA -- Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Depdiknas bersama Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP) terus mematangkan Ujian Nasional (UN) meski putusan MA seputar kasasi penolakan ujian itu masih menimbulkan perdebatan. Bahkan, naskah soal unas sudah jadi dan tinggal dicetak.
Kepala Balitbang Depdiknas Mansyur Ramli mengatakan, putusan MA tentang UN tidak berpengaruh terhadap penyusunan naskah soal. Soal-soal tersebut sudah selesai disusun. Penyusunan naskah soal dilakukan guru, dosen perguruan tinggi (PT), dan pakar pendidikan.
Setelah soal disusun, Balitbang akan menyerahkan kepada BSNP untuk diuji-cobakan. Kemudian, soft copy soal bakal diserahkan ke perguruan tinggi untuk dicetak.
"Kami sedang berkordinasi dengan majelis rektor perguruan tinggi negeri (MRPTN). Sebab, tahun ini yang menangani pencetakan hingga pendistribusian soal adalah perguruan tinggi," terang Mansyur Ramli, Sabtu, 28 November. Dengan selesainya penyusunan soal, kata Mansyur, tidak ada alasan untuk tidak menyelenggarakan UN tersebut.
Mansyur menjelaskan, tingkat kesulitan soal UN mendatang hampir sama dengan tahun ini. Hal itu disesuaikan dengan kemampuan siswa saat ini. Sebab, berdasarkan studi penelitian yang dilakukan Balitbang, sarana prasarana dan mutu pendidik saat ini belum mampu mendorong kemampuan peserta didik untuk menerima tingkat kesulitan soal yang lebih tinggi.
"Memang sudah ada peningkatan guru dan sarana dan prasarana, namun kami masih sesuaikan dengan kemampuan siswa," jelasnya.
Menurutnya, tingkat kesulitan soal bakal dinaikan untuk unas 2011. Karena itu, dia berharap siswa dapat menjawab soal UN. Sebab, bobot soal telah disesuaikan dengan standar minimal pendidikan. "Artinya, soal itu bisa dijawab oleh siswa di daerah terpencil sekalipun.
Ibarat lompat tinggi, kami pasang meteran. Bagi siswa sekolah unggulan, bisa lompat lebih tinggi. Demikian pula siswa sekolah biasa juga bisa melalui meteran tersebut," paparnya.
Depdiknas berharap target kelulusan UN 2010 meningkat. Apalagi, standar nilai minimal rata-rata UN 2010 sama dengan tahun ini, yaitu, 5,5. Tahun lalu, tingkat kelulusan peserta didik untuk jenjang SMA mencapai 90 persen. Paling tidak, kata Mansyur, target kelulusan bisa mencapai 92 persen. Demikian pula target kelulusan untuk jenjang SMP juga dinaikkan dua persen.
Balitbang mengimbau agar seluruh provinsi segera mengirim data peserta UN ke Depdiknas. Sebab, jumlah tersebut bakal disesuaikan dengan pencetakan naskah soal. Januari 2010, jumlah pasti peserta UN harus kelar.
Dia menambahkan, anggaran penyelenggaraan unas juga sudah disiapkan. Menurutnya, anggaran unas 2010 tidak jauh beda dengan tahun ini. Yaitu, sekitar 500 miliar. Anggaran sebesar itu untuk unas (SMP dan SMA) dan ujian akhir sekolah berstandar nasional (UASBN). Biaya itu akan digunakan untuk persiapan ujian, penyusunan naskah soal, pencetakan soal hingga lembar jawaban unas (LJUN), dan pengawasan ujian.
Dengan persiapan tersebut, Mansyur berharap sekolah dan siswa siap menghadapi UN. Dia mengimbau agar masyarakat terutama siswa tidak terpengaruh terhadap putusan MA. "Saya khawatir putusan itu bakal berpengaruh terhadap psikologis siswa. Bahayanya, jika siswa menganggap ujian itu tidak jadi dan saya khawatir mereka tidak mempersiapkan diri dengan baik untuk menghadapi ujian tersebut," jelasnya.
Anggota BSNP, Prof Mungin Eddy Wibowo mengimbau agar sekolah tidak usah mengkhawatirkan soal UN. Sebab, naskah soal disesuaikan dengan kisi kurikulum 1994 maupun kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang dipakai sekolah. "Kita ambil sesuai SKL (standar kompetensi lulusan, Red). Jadi, sesuai kurikulum sekolah," ungkapnya.
Dalam waktu dekat ini, BSNP bakal memvalidasi soal unas dengan menggelar try out diberbagai daerah. Terutama, daerah terpencil dengan tingkat kelulusan rendah pada unas 2009. "Try out itu untuk mengetahui apakah kesulitan soal bisa dijangkau atau tidak. Kami akan rutin lakukan try out sebelum pelaksanaan unas," terangnya.
Secara terpisah, Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh menegaskan, Ujian Nasional (UN) bukan satu-satunya penentu kelulusan siswa. Selain UN, juga ada penilaian ujian yang dilakukan masing-masing sekolah.
"Walaupun nilai UN 10, tapi nilai ujian sekolahnya jeblok, ya tidak bisa lulus," jelas Mohammad Nuh ketika jumpa pers di Hotel Mercure Mirama Surabaya, Sabtu, 28 November.
Nuh mengatakan, tak perlu ada ketakukan terhadap UN. Seakan-akan UN itu hanya satu-satunya yang menentukan kelulusan. Nuh mengatakan, dalam faktanya dari 90 persen anak yang tidak lulus, disebabkan karena nilai UN jemblok. "Itu fakta yang ada," jelasnya.
Namun, kata Nuh, kalau logika itu dibalik, jika yang menguji para siswa adalah gurunya sendiri, maka kemungkinan besar 99 persen siswa lulus dalam ujian. "Terus buat apa ujian itu, kalau semuanya lulus," papar Nuh. Apalagi kalau gurunya satu kampung dengan siswanya, maka tidak mungkin guru tersebut tidak meluluskan siswa tersebut.
Mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) itu mengatakan, kualitas UN ditentukan oleh dua hal, yaitu materi UN dan penyelenggaraannya. Materi yang diujikan harus sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan.
Bobot soal juga sesuai jenjang pendidikan siswa. Jika materi UN sudah terpenuhi, maka tinggal pelaksanaannya. Nuh mengatakan, kalau penyelenggaraannya bagus, maka kualitas UN akan terjamin, namun sebaliknya, jika pelaksanannya jeblok, kualitasnya juga akan menjadi buruk.
"Apalagi gurunya sangat welas asing, maka bisa dengan mudah meluluskan muridnya, maka pelaksanaan UN juga harus bagus," jelasnya.
Pelaksanaan UN juga tidak berkaitan antara siswa di perkotaan dan pedesaan. Ia mengatakan, perbedaan itu pasti ada diantara siswa. Tidak usah jauh-jauh antara desa dan kota, antara siswa di satu sekolah saja sudah banyak perbedaan, apalagi siswa di desa dan di kota. Untuk mengatasi masalah itu, maka pemerintah menetapkan nilai kelulusan UN, bukan 8, 7 atau 6, tapi 5,5. Itu disesuai dengan standar minimal. "Nilainya pas juga masih bisa lulus," jelasnya.
Nuh juga merespon pihak-pihaknya yang menginginkan nilai UN hanya dijadikan sebagai pemetaan kualitas pendidikan saja. Menurutnya, jika hasil UN hanya dijadikan bahan pemetaan, maka akan terjadi konflikting data. Jika nilai UN 7, dan nilai ujian sekolah 9, maka terjadi kontraproduktif. "Terus mana yang benar," katanya.
Mantan Direktur PENS-ITS itu mengatakan, yang paling penting sekarang adalah mengajak masyarakat untuk mendukung penyelenggaran UN. Orang tua siswa, murid, guru harus mendukung terselenggaranya UN. "Tidak usah memperdebatkan masalah UN, jadi atau tidak karena dalam amar putusan PN Jakarta tidak ada poin yang melarang terselenggaranya UN," ucap Nuh.(jpnn)